Cari Blog Ini

media inspirasi

Rabu, 30 Juni 2010

MENGENAL TOKOH PIPITAN

Bagi masyarakat Serang, nama KH Sochari tidak asing lagi. Selain pejuang kemerdekaan, pria yang lahir di Desa Pipitan, Kecamatan Walantaka, Kabupaten Serang, merupakan kiai besar.
Tak heran jika nama putra KH Ali, pendiri dan pimpinan pondok Pesantren Salafiyah Darussalam yang didirikan pada 1917 di Desa Pipitan ini, diabadikan menjadi nama Jalan Raya di sekitar Kidang, Serang Kota.
Masa remajanya, KH Sochari yang lahir 1889 dan wafat pada 1969 dalam usia 80 tahun dihabiskan untuk belajar dan menimba ilmu agama dari orangtuanya. Selain itu, ia juga aktif belajar di berbagai pesantren di sekitar Serang Timur, termasuk di Pesantren Al-Khairiyah Citangkil, pimpinan KH Syam’un.
Beliau merupakan santri angkatan pertama di pesantren tersebut. Teman seangkatan yang terkenal adalah almarhum Prof Sadeli Hasan, dekan pertama IAIN Sunun Gunung Jati Cabang Serang, yang sekarang berubah menjadi IAIN SMH Banten. Yang menarik adalah hampir seluruh santri angkatan pertama Pesantren Al-Khairiyah sukses berkiprah di masyarakat. Mereka umumnya menjadi kiai dan memiliki pesantren di daerah masing-masing.
Sekembali menuntut ilmu, KH Sochari aktif membantu ayahnya mengajar di pesantren. Beliau juga mendirikan Madrasah Al-Khairiyah di Desa Pipitan yang merupakan cabang ketiga Al-Khairiyah setelah Citangkil dan Delingseng.
Di samping sebagai pimpinan pesantren, KH Sochari juga dikenal sebagai mubalig. Beliau ahli dan ulung dalam berpidato. Sehingga setiap kali memberikan ceramah, pendengarnya menyimak dengan antusias dari awal hingga akhir. Dengan gaya bicara yang sejuk diselingi guyonan yang kocak, ceramahnya dapat menghibur semua kalangan.
Kelebihan lain dari beliau adalah keluhuran ahlaknya. Dalam bertutur kata lembut dan mudah bergaul dengan siapa saja tanpa memandang latar belakang seseorang. Ia bisa menjalin hubungan baik dengan kelompok NU, Muhamadiyah, jawara bahkan PKI sekalipun. Salah satu tokoh nasional dari Masyumi, Kasman Singodimejo, merupakan teman baik beliau dan pernah berkunjung ke pesantren di Desa Pipitan. Kedekatan dengan Kasman Singodimejo karena beliau aktif di Masyumi Serang.
Beliau disegani dan dihormati oleh kawan maupun lawan. Dalam mendidik anak beliau berlaku lembut, penuh kasih sayang. Beliau dikenal santun dalam menegur dan bertutur kata, termasuk kepada anak dan keluarga. Beliau banyak mengajarkan kepada keluarga bagaimana cara menghormati yang tua dan mengasihi yang muda. Sebagian besar anak-anaknya disekolahkan di Citangkil. Karena disamping sebagai alumni Citangkil, beliau punya pandangan tersendiri tentang pesantren yang satu itu. Maka tak heran, anak-anaknya banyak yang berhasil dan menjadi KH Sochari (1889-1969)
tokoh sekaligus pimpinan di masyarakat.
Karena keluhuran ahlak dan ilmu pengetahuannya, beliau pernah diangkat menjadi Wedana Ciruas pada 1945-1949 oleh gurunya, KH Syam’un, yang saat itu menjadi Bupati Serang. Pada saat menjabat wedana, beliau dekat dengan rakyat. KH Sochari selalu memerhatikan dan mengunjungi rakyat yang terkena musibah. Bahkan sebagai wedana yang mendapat inventaris kendaraan delman, beliau tidak sungkan-sungkan mengajak rakyatnya naik jika tengah berpapasan di jalan. Menurut kisah, setiap lebaran tiba, KH Sochari selalu membeli kebutuhan untuk masyarakat, mulai dari pakaian hingga makanan. Kebijakan yang beliau ambil selalu memerhatikan aspirasi masyarakat bawah. Beliau menginginkan kepemimpinan Rasullah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
KH Sochari juga seorang pejuang kemerdekaan yang pemberani. Berjuang melawan Belanda terutama saat peristiwa agresi Belanda ke-2 dengan cara bergerilya dan bertahan di Kampung Simanjangan Gunung, Taktakan, Serang. (luk/sumber: ‘Jejak Ulama Banten: dari Syeikh Yusuf hingga Abuya Dimyati’, Biro Humas Pemprov Banten, 2005)

1 komentar:

my friend to knpi

my friend to knpi